Aku mempunyai seorang anak laki-laki usia 4 tahunan. Saat ini dia memiliki 2 orang adik kembar yang masih bayi. Sejak dia mempunyai adik bayi, panggilannya berubah menjadi “abang”. Abang anak yang sangat aktif dan ceriwis. Dia banyak sekali berbicara dengan gaya bicaranya yang super ekspresif sampe urat-urat di lehernya menongol dan mata yang membelalak melotot menjadi ciri khasnya setiap kali sedang bercerita tentang apapun itu. Tahun lalu, abang pernah saya bawa ke kantor selama kurang lebih 2 bulan karena kondisi dimana suami harus bekerja di luar kota. Waktu itu umurnya masih 3 tahunan dan belum punya adik alias anak tunggal.
Sesampainya di kantor, dia langsung merasa excited karena bertemu dengan suasana baru dan berbeda. Ruangan kerjaku ada di lantai 3 dengan total pegawai di ruangan itu sebanyak 9 orang termasuk aku. Walau awalnya malu-malu, pada akhirnya si abang berhasil berkenalan dan mendekatkan diri dengan semua rekan kerjaku di kantor. Bahkan, hanya dalam beberapa hari dia berhasil menghafal semua nama-nama rekan kerjaku berdasarkan posisi meja kerja masing-masing.
Tak hanya itu, aku juga pernah membawa dia turun ke lantai 2 karena ada urusan mendesak dan si abang tidak mau ditinggal. Akhirnya, aku membawa si abang ke lantai 2 dan akhirnya rekan-rekan kerja di sana menyapa dan mengajak kenalan. Abang sangat senang, dia langsung merespon dengan baik. Dia juga langsung nyerocos bercerita ini itu tanpa dikomando. Memang anakku yang satu ini sangat senang bercerita dan mengembangkan cerita-ceritanya.
Di
rumah juga dia sering menyebut nama-nama rekan kerjaku. Tak hanya rekan satu
bidang, dia juga berhasil mengidentifikasi dan menghafal nama-nama rekan
kerjaku di lantai 2 dan lantai 1. Pada saat jam pulang tiba, kami menuju
parkiran, seperti biasa rasa ingin tahunya yang tinggi pun langsung muncul. Dia
mulai menanyakan mobil-mobil yang ada di parkiran. Beberapa nama rekan kerjaku
yang tidak aku sebutkan, juga ikut mengundang tanyanya. Akhirnya, aku
menjelaskan ada beberapa yang naik motor, ada yang naik bus, dan menumpang
dengan teman. Beberapa hari kemudian, pada saat mengobrol berdua, tiba-tiba dia
membeberkan semua nama-nama rekan di kantorku lengkap dengan ciri-ciri
kendaraannya masing-masing.
Tiba-tiba
aku merindukan masa itu. Masa-masa dimana kami selalu berdua kemana-mana.
Perasaan waktu itu dia masih anak kecil yang polos. Hanya dalam waktu satu
tahun berlalu, si abang sudah banyak perubahan. Dia sekarang sudah menjadi
sosok abang untuk dua adik sekaligus. Si abang sekarang sudah makin dewasa dan
pengertian. Dia tak lagi seperti tahun lalu, dia benar-benar banyak berubah.
Tapi, tak jarang si abang masih merindukan diperlakukan sebagai anak tunggal,
satu-satunya pemilik mama bapaknya. Tiap malam, dia selalu minta dipeluk
sebelum tidur. Setiap kali aku memeluk dan mencium adik-adiknya, dia selalu
menunggu diperlakukan sama. Akhirnya, aku selalu melakukan hal yang sama. Aku
berjanji pada diriku sebagai seorang ibu, untuk selalu memberikan cinta kasih
dan perhatian yang tidak berkurang sedikitpun.
Menjadi
ibu anak 3 memang tidak mudah. Namun, menjadi seorang abang dengan 2 orang adik sekaligus juga tentunya bukanlah hal yang mudah. Pasti sulit bagi si abang
untuk belajar beradaptasi dengan situasi dan kondisi saat ini. Sekarang, si
abang tak lagi menjadi satu-satunya. Namun, dia akan selalu ada di dalam tempat
teristimewa di hatiku. Sebab, dari dia aku belajar menjadi ibu untuk pertama
kalinya. Dari dia aku belajar banyak sekali tentang hal apapun itu.
Si
abang memang bukanlah satu-satunya sekarang. Sekarang, ada dua orang adik
pelengkap hidup kami. Dan cinta kasihku kepada mereka tidaklah lebih besar satu
daripada yang lain. Cinta kasihku sebagai seorang ibu sama besarnya kepada
mereka bertiga. Terima kasih, abang. Terima kasih buah hatiku. Terima
anak-anakku. Sejak ada kalian, doa mama setiap saat adalah diberikan umur yang
panjang dan kesehatan agar bisa membersamai kalian hingga besar dan dewasa
nanti. Hingga kelak, mama dan bapak siap melepas kalian untuk mengejar mimpi
dan cita-cita kalian. (jwriting)